Badan Legislasi (Baleg) DPR RI kembali membahas revisi UU Pilkada yang gagal disahkan pada Agustus 2024 setelah banyak mendapat protes publik. Wakil Ketua Baleg DPR, Sturman Panjaitan, menyatakan bahwa pembahasan RUU ini merupakan penugasan dari pimpinan DPR RI. "Ini berdasarkan hasil rapat konsultasi pengganti rapat Bamus yang dilaksanakan pada 22 Januari 2025," ujar Sturman dalam rapat Baleg DPR RI, Kamis (6/2/2025).

Sturman menjelaskan bahwa revisi UU Pilkada adalah RUU yang dibawa dari periode DPR RI sebelumnya atau carry over dari periode 2019-2024. Pada periode sebelumnya, pembahasan ini hampir selesai di Baleg DPR, menunggu pembicaraan tingkat dua di rapat paripurna. "Pimpinan badan legislasi telah menugaskan tim ahli untuk mengkaji RUU tersebut," jelas Sturman. "Pembahasan RUU carry over akan dilakukan sesuai Pasal 110 Peraturan DPR RI Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pembentukan Undang-Undang," lanjutnya. Selain itu, Baleg juga melanjutkan pembahasan perubahan keempat atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba), yang saat ini menunggu daftar inventarisasi masalah (DIM) dari pemerintah.
Kilas Balik Revisi UU Pilkada Pembahasan UU Pilkada ini menjadi kontroversial pada 2024 hingga akhirnya tidak disahkan. Proses ini memicu reaksi pro dan kontra dari berbagai pihak, termasuk politisi, aktivis, akademisi, dan masyarakat umum. Penolakan terhadap RUU Pilkada memicu unjuk rasa "Peringatan Darurat" dan #KawalPutusanMK di berbagai daerah dan media sosial. Aksi ini merespons keputusan DPR RI yang menolak putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat calon kepala daerah untuk Pilkada 2024.
Penolakan ini dimulai ketika Panja revisi UU Pilkada Baleg DPR RI pada Rabu (21/8/2024) menyatakan menolak menjalankan Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024. Dalam sidang putusan pada Selasa (20/8/2024), MK menegaskan bahwa usia minimum calon kepala daerah dihitung saat penetapan pasangan calon oleh KPU. Namun, Baleg DPR memilih mengikuti putusan Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan bahwa usia minimum dihitung sejak tanggal pelantikan. Keputusan ini dianggap memberikan peluang bagi Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Joko Widodo, untuk maju dalam Pilkada 2024.
Dengan putusan MK, Kaesang tidak memenuhi syarat karena usianya 29 tahun saat penetapan calon. Namun, dengan putusan MA, ia bisa maju karena pelantikan kepala daerah terpilih dilakukan setelah ia berulang tahun ke-30 pada 24 Desember. Sikap DPR yang merevisi UU Pilkada hanya sehari setelah putusan MK diketok menuai kritik karena dianggap mengakali putusan MK. Padahal, MK adalah lembaga yang berwenang mengadili sengketa pilkada, sehingga calon kepala daerah yang diproses menggunakan undang-undang yang inkonstitusional berpotensi didiskualifikasi.
"Konsekuensi politik yang penting, semua sengketa hasil pilkada akan diputus oleh MK dan MK bisa memutuskan pemungutan suara ulang (PSU) untuk pemilu yang melanggar Putusan MK," kata pakar hukum tata negara Bivitri Susanti kepada Infoduniakita.com, Rabu (21/8/2024). DPR bahkan menjadwalkan rapat paripurna pengesahan UU Pilkada yang berisi syarat calon kepala daerah pada Kamis (22/8/2024). Pada saat yang sama, massa di berbagai daerah menggelar aksi unjuk rasa untuk menolak aturan ini. DPR RI akhirnya membatalkan pengesahan RUU Pilkada 2024 setelah aksi unjuk rasa yang memanas.
Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, menyatakan bahwa putusan MK berlaku untuk pendaftaran Pilkada pada 27 Agustus 2024. "Karena revisi UU Pilkada tidak disahkan pada 22 Agustus, maka yang berlaku saat pendaftaran pada 27 Agustus adalah keputusan JR MK yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora. Sudah selesai," ujar Dasco kepada Infoduniakita.com, Kamis (22/8/2024). Jika kamu ingin tahu lebih banyak tentang ini, simak juga "artikel ini".
Komentar
Posting Komentar